Minggu, 06 Februari 2011

Jadilah Orang yang "BAHAGIA"

Kebahagiaan adalah sebuah kata yang sangat diidam-idamkan oleh setiap manusia normal untuk hadir dalam kehidupannya. Tak seorangpun dari kita yang tak ingin untuk merasakan apa yang disebut dengan “kebahagian” itu. Namun permasalahannya sekarang adalah bagaimana cara kita dalam mewujudkan kebahagiaan yang kita idam-idamkan itu untuk bisa hadir dalam kehidupan kita. Kita selalu ingin kebahagian itu mampir dalam setiap langkah pejalanan hidup kita. Namun di sisi lain, kita sering melakukan penundaan terhadap kebahagiaan itu untuk hadir dalam kehidupan kita. Kita sadari atau tidak, tapi penundaan itulah yang sering kita lakukan.Betapa tidak, coba kita ingat-ingat lagi masa lalu kita. Kita tentu pernah berkata, atau paling tidak terlintas dalam pikiran kita beberapa ungkapan seperti ini, “mungkin aku akan bahagia jika aku sudah lulus sekolah, aku akan terbebas dari semua tugas dan paksaan untuk buat tugas. Setelah lulus sekolah kita melanjutkan ke perguruan tinggi dan ternyata kebahaiaan itu tak juga kunjung datang, kita masih juga dibebani dengan pikiran kita sendiri. Kemudian kita berkata lagi mungkin saya akan bahagia jika sudah tamat kuliah nanti munkin saya akan bahagia ketika saya banyak uang, mungkin saya akan lebih bahagia setelah saya tidak sendiri lagi, dan ungkapan lain yang senada dengan itu”. Ungkapan seperti itu secara tidak langsung telah manyebabkan kita melakukan penundaan kebahagiaan. Karena pikiran kita telah dipengaruhi oleh pemahaman bahwa kebahagiaan itu bersyarat.

Setelah tamat kuliah tentu kita ingin dan akan bekerja. Pada saat kita telah memasuki masa kerja ini, jika kita masih tetap tidak bisa menikmati kehidupan kita kala itu, maka jangan berharap kebahagiaan itu akan menghampiri kita. Itu salah satu cara kita menunda kebahgiaan tanpa kita sadari. Karena kebahagiaan itu akan terasa jika kita benar-benar mampu menikmati dan mensyukuri kehidupan kita pada saat ini, bukan menunggunya hadir pada hari esok.

Jangan terlalu cemas dengan masa depan kerena itu akan menyebabkan kita menjadi terbebani, dan hal itu merupakan bagian dari cara kita menunda kebahagiaan. Hiduplah pada hari ini, nikmati hidup anda. Janagn terlalu risau denagn hari esok. Libatkan diri Anda sepenuhnya dengan kehidupan hari ini. Jangan beranggapan bahwa kebahagian itu akan kita rasakan setelah kita mencapai apa yang kita tuju. Sesungguhnya kebahagiaan itu ada pada sepanjang proses dalam mencapai apa yang ingin kita tuju itu. Tentu dengan syarat bahwa kita benar-benar menikmati proses itu dan total terlibat di dalamnya.

Sekali lagi, jangan menunda kebahagiaan dan jangan pernah mencari kebahagiaan. Karena kebahagiaan itu sejatinya ada dalam diri kita sendiri. Ketika kita bisa menjalani setiap pilihan hidup yang kita pilih serta mampu mensyukurinya dengan sepenuh hati, maka kebahagian itu akan datang dengan sendirinya. Kita tidak usah repot-repot mencarinya.

Maka, STOP MENGELUH DAN BERSYUKURLAH,….
Niscaya KEBAHAGIAAN itu akan menghampiri hidupmu.
[..Selengkapnya..]

Masalah Dan Kehidupan

Kita tentu sering atau setidaknya pernah mendengar sebuah kalimat seperti ini, “Hidup itu adalah masalah”? sebuah kalimat yang terdengar klise, tapi sering kita dengar, baik itu dalam bercnda ketika bergaul atau mungkin ketika seorang sahabat memberikan nasehat kepada kita ketika kita mengeluhkan tentang hidup kepadanya. Memang terdengar klise, tapi itulah sejatinya hidup. Hidup dan msalah ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Kehidupan kita tak akan pernah terlapas dari sebuah kata yang disebut “masalah” itu. Selagi kita masih hidup dan masih saja menghirup oksigen bumi Allah ini, maka masalah akan terus mengikuti gerak langkah kita. Jadi, jangan pernah terlalu berharap masalah akan pergi dari kehidupan kita. Apalagi mengutuki Tuhan ketika masalah itu menghampiri kita. Tidak sedikit juga dari kita yang mengutuki nasib ketika masalah datang. Ada yang megatakan Tuhan tidak adillah, ada yang mengatakan tuhan tidak sayang lagi pada meraka, dan banyak lagi kalimat lain yang bernada mengutuki nasib. Itu semua hanya pekerjaan sia-sia saja yang hanya akan buat kita semakin terpuruk. Jangan habiskan waktu kita untuk kalimat-kalimat yang tidak penting itu. Jika itu tetap kita lakukan berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk sebuah hal bodoh yang hanya memperbesar masalah saja. Coba saja kita berfikir mencari solusi ketika masalah itu datang mungkin saja kita akan bahagia dengan masalah itu.

Tidak ada seorang pun yang hidup di dunia ini yang luput dari masalah. Saya, anda dan semua orang yang ada di sekitar kita tentu punya masalah masing-masing. Sebenarnya masalah akan mulai terasa ketika kita baru mengenal arti kehidupan ini. Karena masalah adalah bahagian dari kehidupan. Dalam kehidupan ini kita selalu dihadapkan pada berbagai kesempatan yang terselubung rapi dalam bentuk masalah yang selalu memerlukan sebuah jalan keluar cerdas.

Kenapa anak kecil terlihat tidak memikirkan masalah dalam kehidupannya. Mereka terlihat sangat menikmati kehidupannya. Mereka tertawa lepas tanpa beban. Ah, bahagia sekali kehidupan anak kecil itu. Masa kecil memang masa yang sangat indah. Mereka seperti itu karena mereka belum begitu paham arti dari sebuah kehidupan. Hanya persoalan waktu saja, sebelum mereka betul-betul mengenal arti hidup.

Dalam pikiran kita, tentu kita berharap kita akan terbebas dari segala bentuk belenggu masalah. Tapi itu semua hanya harapan sia-sia saja. Harapan yang kecil sekali kemukinannya akan terwujud atau bahkan tidak akan pernah terwujud sama sekali. Jadi, berhenti saja berharap yang aneh-aneh seperti itu. Karena masalah akan tetap ada. Semakin besar keinginan kita untuk membuang masalah dari kehidupan kita, maka semakin besar rasa itu akan menghantui kehidupan kita.

Beragam cara orang dalam menyikapi masalah dalam kehidupannya. Ada yang mengangap masalah sebagai sebuah hambatan dan akhirnya ia kan putus asa. Ada juga yang mengangap masalah sebagai sebuah tantangan dan selalu berusaha mencari cara untuk meleweti semua tantangan itu.

Sebenarnya besar atau kecilnya masalah itu tergantung cara pandang dan bagaimana cara kita dalam menyikapi masalah. Tidak ada kita yang benar-banar memiliki masalah yang besar, dan juga tidak ada kita yang benar-banar tidak punya masalah dalam hidup ini. Sesungguhnya pikiran kitalah yang menetukan semuanya. Pikran kitalah yang telah membesar-besarkan masalah. Dan pikiran kita juga yang bisa membuat hidup kita serasa tanpa masalah. Jadi, masalah hanya ada dalam pikiran kita saja. Masalah itu ada dalam diri kita sendiri, bukan pada orang lain dan bukan juga pada lingkungan kita. Kitalah yang menciptakan masalah melalui pikiran-pikiran yang selalu dipenuhi rasa takut. Pikiran takut susah, takut miskin, takut tidak lulus, takut dibenci, takut gagal dan ketakutan-ketakutan lainya.

Sebanarnya kita manusia ini adalah makhluk yang unik. Kita dirancang untuk memecahkan masalah dan menemukan cara baru dalam melakukan sesuatu dalam hidup ini. Masalah adalah bagian dari alam semesta dan kehidupan ini yang selalu memacu kita untuk belajar, mengalami dan mengerjakan sesuatu. Bukan justru memupuk pikiran dengan rasa takut yang tak berdasar yang hanya membuat kita merasa masalah itu adalah sebuah momok menakutkan dalam kehidupan ini.

Mulai saat ini, mari kita ubah cara kita dalam menyikapi dan menghadapi masalah karena masalah itu tidak akan mungkin kita singkirkan dari kehidupan kita. Para pemikir mengatakan bahwa masalah itu adalah kesempatan untuk belajar. Jadi, mari kita belajar untuk membuat hidup ini terasa lebih indah.

Jangan pernah takut Dengan MASALAH, tapi mari kita pikirkan cara terbaik dalam menyikapinya….!!!



Oleh : Heru Perdana
[..Selengkapnya..]

Fenomena Multi-SIM, Fenomena yang Tak Terbendung

TOKYO - Fenomena penggunaan ponsel dual sim card diprediksi akan terus meningkat seiring dengan kebutuhan dua jaringan telekomunikasi yang berbeda.

Dilansir melalui Cellular News, Minggu (6/2/2011), perusahaan riset GfK menemukan bahwa di Timur Tengah dan Afrika, satu dari 10 pengguna ponsel telah menggunakan ponsel dual sim card.

Sedangkan di Asia, sekira 16 persen dari seluruh ponsel yang terjual memiliki fasilitas dual sim card. Angka ini dipercaya merepresentasikan peningkatan dari 13 persen pada awal 2010 lalu.

GfK percaya fenomena ini akan terus berlanjut menjadi tren yang cukup ekstrim di beberapa negara tertentu. Di Nigeria misalnya, menurut GfK, lebih dari 30 persen handset yang tersebar merupakan ponsel dual sim. Bahkan di negara lain seperti Indonesia, Vietnam, Ghana, dan India, pasar ponsel dual sim terus meningkat. Di 2009, hanya satu dari 10 ponsel di negara-negara tersebut yang memiliki dual sim card. Sedangkan pada 2010 diketahui telah mencapai satu dari empat pengguna ponsel.

"Kami telah melihat adanya ponsel dengan triple sim card yang diluncurkan baru-baru ini. Ini merupakan bukti jika perilaku kepemilikan ponsel multi-sim telah tumbuh menjadi sebuah fenomena, khususnya di pasar negara berkembang atau yang baru terbentuk," ujar Direktur Global Telco Marketing GfK, Aaron Rattue.

Menurut Rattue, kebutuhan akan ponsel multi-SIM merupakan salah satu pemenuhan hasrat konsumen untuk menggunakan layanan telekomunikasi dengan tarif yang berbeda, tergantung waktu dan pemakaian.

Selain dual sim dan triple sim, sebuah perusahaan semikonduktor asal China, Spreadtrum Communication pun mengklaim telah mengembangkan sebuah chip yang dapat menampung empat nomor sekaligus (quad-sim).

Single chip yang bertajuk SC6600L6 memungkinkan empat kartu sim GSM berjalan secara bersamaan pada modus siaga dengan menumpang baseband dan radio frekuensi yang sama. Single chip ini mengintegrasikan mesin prosesor dan controller untuk mendukung empat kartu sim dan memaksimalkan grafis antarmuka yang ditingkatkan untuk empat sim.


Source : Okezone [..Selengkapnya..]

Warisan Mentalitas

Angel Di Maria
Apa persamaan Argentina dan Indonesia? Kalau pertanyaan ini dikemukakan dalam konteks sepakbola, mungkin cukup banyak orang yang menganggapnya lelucon belaka. Boleh jadi yang muncul adalah jawaban guyonan juga. Misalnya persamaan kompetisi liga Argentina maupun Indonesia, sama-sama dimeriahkan oleh Mario Kempes. Bedanya di Argentina Kempes tampil lagi hebat-hebatnya. Sedangkan penonton liga Indonesia dan klub Pelita Jaya cuma kebagian ampasnya.

Atau jangan-jangan malah jawaban konyol ini yang anda berikan. Yang namanya main bola tak di Argentina ataupun Indonesia, sama-sama dimainkan11 lawan 11 orang yang merebutkan satu bola. Ya, masih banyak lagi jawaban-jawaban aneh yang mungkin tercetus. Intinya, memang sulit mencari persamaan yang rasional di antara kedua negara. Ibaratnya, jarak yang memisahkan persepakbolaan Indonesia dan Argentina bagaikan langit dan bumi. Begitu jauhnya. Sesungguhnya, cukup banyak kok ihwal persamaan antara kedua negara apalagi bila meluas ke sisi-sisi kehidupan di luar lapangan hijau. Misalnya dari segi politis Indonesia dan argentina sama-sama tergolong negara Dunia Ketiga dan Perserikatan Bangsa Bangsa. Keduanya juga bergiat dalam gerakan Non-Blok, meskipun kini tak jelas lagi menghadapi persaingan blok Amerika lawan siapa. Sama-sama dikategorikan masih belajar berdemokrasi. Hanya saja, Argentina lebih dulu menikmati iklim keterbukaan itu.

Makanya Liga Indonesia maupun Argentina sama-sama masih sering diwarnai kerusuhan massa. Fanatisme yang kelewat sempit sehingga di Argentina memunculkan kelompok pendukung Barrabravas yang sama berandalnya dengan Bonek di Indonesia.

Fakta paling nyata dari kesamaan itu adalah kondisi klub sepakbola kedua negara. Rupanya, seperti di Indonesia klub-klub Argentina pun gemar menunggak gaji pemainnya. Bahkan tunggakan itu sudah sedemikian besarnya sampai-sampai para pemain tak tahan lagi. Mereka akhirnya mogok. Kendati tak sampai membatalkan kompetisi seperti dengan gagah-berani pernah terjadi di Tanah Air.



Satu hal lagi yang tak kalah penting ialah latar belakang sejarahnya. Sama-sama pernah dijajah kaum kolonialisme selama berabad-abad. Argentina dikuasai Spanyol selama lebih dari 2,5 abad, adapun Indonesia diperbudak Belanda selama 3,5 abad plus bonus diduduki Jepang selama 3,5 tahun. Pada titik faktor-faktor kesamaan itu kemudian menjadi kian menarik. Bahkan, menurut saya bisa jadi faktor krusial yang menentukan perjalanan kedua bangsa pada masa-masa selanjutnya. Setidaknya dalam bidang tendang menendang si kulit bundar.

Entah mengapa sebagai penjajah, Belanda seperti bukan sosok guru yang ideal. Coba kita perhatikan negeri-negeri bekas jajahan Belanda, adakah yang sukses di lapangan hijau? Nyaris tak ada. Indonesia, Suriname, atau Antiles cuma noktah kecil dalam percaturan sepakbola dunia. Mungkin cuma nama Afrika Selatan yang bisa jadi pengecualian. Tapi jangan lupa, kehadiran Belanda di Afrika Selatan tidak begitu berbekas. Terhadap Indonesia, negeri jajahannya Belanda praktis tak meninggalkan warisan apapun yang bisa dibanggakan. Tidak sistem pembinaan, infrastuktur, apalagi kultur sepakbola yang kuat.

Bahkan, maaf, Belanda juga tidak mewariskan bibit unggul pemain berpostur Eropa. Postur orang Indonesia, ya, tetap saja khas Asia. Tak terlalu jangkung tidak juga pendek. Tak terlalu kurus tidak juga bisa dibilang kekar.

Mungkin warisan Negeri Tulip itu cuma mengantarkan tim Hindia-Belanda ke percaturan Piala Dunia 1938. Sesuatu yang mungkin terasa sangat sulitl dicapai timnas kita.

Disitulah bedanya dengan Argentina. Sebagai penjajah, Spanyol memang hampir sama serakahnya dengan Belanda terutama menyangkut kekayaan alam. Namun Spanyol cukup berbaik hati mewarisi koloninya itu dengan beragam sisi positif. Misalnya proses pertukaran gen yang berlangsunsung secara produktif. Sehingga postur-postur orang Argentina nyaris tak ada bedanya dengan kebanyakan orang Eropa. Sependek-pendeknya Diego Maradona, Pablo Aimar, Ariel Ortega, atau Lionel Messi toh masih di atas 165 cm.

Budaya persepakbolaan juga tumbuh subur di sana secara positif. Mereka mengembangkan sepakbola dengan klub bukan perserikatan, seperti di Indonesia sebagai basisnya. Makanya, usia klub-klub Argentina banyak yang sudah di atas satu abad. Suka-tak suka, semakin panjang usia klub semakin matang penerapan dasar-dasar profesionalisme.

Namun di atas semua itu, saya kira yang terpenting adalah warisan mentalitasnya. Selama dijajah Belanda dengan politik adu dombanya, mereka lebih banyak mengajari kita saling curiga dan memusuhi sesama anak bangsa. Sehingga minimal dalam sepakbola, melahirkan sikap negatif kurang bisa menghargai lawan. Apalagi menerima kekalahan secara dewasa. Padahal justru itulah pilar utama semangat kompetisi yang sehat. Manakala kita bisa mengakui kelebihan lawan, di situlah kita menemukan titik terang untuk melangkah lebih maju.

Spanyol mungkin tak sangggup mewariskan mentalitas gentleman ala Inggris bagi negeri-negeri persemakmurannya. Namun, setidaknya mereka masih mau mengajari orang Argentina bagaimana selalu berfikir positif dang menghargai nilai-nilai persaingan yang seahat. Mentalitas semacam itulah yang dibawa orang Argentina ke perantauan. Makanya, jarang sekali kasus-kasus aneh dan kontroversial melibatkan pemain Argentina.

Lionel Messi, Gonzalo Higuain, Sergio Aguero, Carlos Tevez atau Angel Di Maria adalah anak-anak manis yang menyenangkan hati para pengurus dan pemilik klub. Benar, Maradona memang badung tapi, selama membela Napoli, ia memberikan sepenuh kemampuannya untuk membawa klub itu juara Serie A untuk pertama kalinya sepanjang sejarah.

Citra pemain Argentina di Eropa memang diidentik dengan kerja keras, disiplin dan kooperatif. Di sisi lain sebagai orang Amerika Selatan, aroma Latin tetap tak bisa dilepaskan dari diri mereka.

Dan tentunya kita berharap agar pemain Indonesia bisa seperti pemain Argentina, bekerja keras dan disiplin tinggi sehingga tim nasional Indonesia bisa perlahan bangkit dan menjadi kekuatan yang diperhitungkan, setidaknya di Asia ataupun Asia Tenggara, sebagai langkah awal kita berharap gelar juara Piala AFF 2010 ini bisa direbut oleh timnas kita. Mudah-mudahan.


Aulia Fikri_dari berbagai sumber
[..Selengkapnya..]

Sabtu, 05 Februari 2011

Paul Scholes, Si Wajah Pucat Yang Pemalu

Paul Scholes
Hanya ada sedikit pemain yang loyal dengan satu klub sepanjang kariernya. Salah satunya adalah Paul Scholes, salah seorang gelandang terbaik digenerasinya. Sama seperti Francesco Totti atau Paolo Maldini. Bersama Ryan Giggs, Scholes adalah pemain yang menghabiskan seluruh karirnya untuk membela Manchester united, sama sekali tak pernah berfikri untuk mencari klub lain kendati banyak tawaran main dari berbagai klub besar lainnya.
Ketika David Beckham baru pertama kali berlatih bersama tim Madrid, pertanyaan yang pertama kali muncul dari rekan barunya bukan bagaimana rasanya pindah ke Spanyol. Bukan pula akan tinggal di daerah mana di Madrid. Tentu saja bukan tentang isterinya, Victoria Adams alias Posh. Tetapi, “bagaimana rasanya bermain satu tim dengan Paul Scholes ?” Ya, Paul Scholes. Si wajah pucat yang merupakan gelandang serang Manchester United. Walaupun penggemar bola sering meremehkan pemain ini tapi dalam lingkungan sepakbola Eropa namanya memang dihormati dan dijunjung tinggi.
Dia merupakan salah satu anggota generasi emas Manchester united bersama David Beckham, Ryan Giggs, Nicky Butt, serta Neville bersaudara (Phil Neville dan Garry Neville). Tapi disbanding dengan rekan angkatannya itu Scholes seperti lepas dari radar.
Mungkin ini tak lepas dari pribadi Scholes yang pemalu dan sengaja menutup diri dari sorotan media. Dia sendiri jarang memberikan wawancara kepada wartawan, tidak pernah datang ke pesta selebriti apalagi keluyuran di club malam, sangat pendiam bahkan dengan teman-teman akrabnya. Konon selama hampir dua puluh tahun bermain sepakbola Scholes hanya empat kali memberi wawancara eksklusif. Sungguh pribadi yang tertutup. Salah satu dari sedikti pesepakbola yang tidak memiliki agen, seluruh negosiasi kontrak diurus oleh dirinya sendiri.
Ketika dipertandingan Scholes beraksi sangat hebat dan wartawan berebut untuk mewawancarainya dia langsung menghilang dari peredaran, orang tak akan tahu apa yang dipikirkannya. Jika di lapangan dia adalah seseorang yang berbahaya bahkan bisa menjadi predator bagi lawan-lawanya, tapi begitu pertandingan usai dia langsung berubah jadi pribadi yang pendiam.
Scholes termasuk yang enggan mengespresikan diri kecuali di lapangan. Setelah Eric Cantona mundur dialah yang menjadi denyut permainan MU. Permainan satu-duanya diakui pesepakbola sebagai yang terbaik di Eropa.
Imajinasinya dalam memberi umpan tidak lumrah. Yang hebatnya, menurut Ruud Gullit, mantan bintang tim Orange dan AC Milan ini mengatakan bahwa Scholes melakukan semua itu dengan sangat sederhana, bagi penonton yang menyaksikannya mungkin terlihat biasa-biasa saja, tapi lawan dan rekannya sering terbengong-bengong. Luar biasa !
Tak hanya sebagai pengalir serangan, dia juga bisa menciptakan gol-gol spektakuler lewat kepala dan tendangannya yang terkenal keras dan akurat, terbukti dari 458 kali tampil bagi MU ia sudah mencetak 102 gol, hmm…tidak buruk untuk seorang gelandang.
Menyebut sukses MU orang akan menyebut pemain seperti : Eric Cantona, Ryan Giggs, David Beckham, Nicky Butt, Keane, Neville bersaudara, bahkan Ronaldo dan pemain-pemain besar lainnya, Tapi cabutlah Paul Scholes dari tim Manchester united maka semua bintang itu akan mengatakan jangan.
Saat ia memilih mundur dari Tim nasional isu yang beredar adalah Sven Goran Eriksson memainkanya di posisi yang bukan menjadi posisinya dan bosan dengan gaya permainan yang ditampilkannya. Tapi dia tak pernah mengatakan apapun. Tidak mengkritik, tidak menjelekan, atau mencela. Steve McLaren yang menggantikan Eriksson berulangkali membujuknya untuk masuk tim nasional Inggris, berulangkali pula ia menolaknya dengan alasan untuk meluangkan waktu bagi keluarga.
Bahkan diusianya yang ke-35 disaat kemampuannya sudah berkurang terutama staminanya untuk menusuk kotak penalti, Fabio Capello tetap memanggilnya untuk dibawa ke Afrika Selatan namun Capello sudah menutup pintu untuk pemain dengan profil besar di Inggris, David Beckham dengan alasan sudah terlalu tua, dan Scholes kembali menolak dengan alasan salah satunya tidak enak dengan pemain Inggris yang sudah berjuang selama kualifikasi.
Ketika Manchester United bertemu AC Milan di Liga Champions. Di hadapan wartawan pelatih Milan saat itu Carlo Ancelotti (kini melatih Chelsea) mengatakan tidak ada satupun pemain MU yang akan masuk ke 11 pemain utama Milan. Padahal di situ ada Ryan Giggs, Cristiano Ronaldo atau Wayne Rooney dan sejumlah nama lain. Tapi Ancelotti kemudian terdiam sejenak lalu berkata, “yahh…kecuali Paul Scholes”.


Oleh Aulia Fikri__dari berbagai sumber [..Selengkapnya..]

Menenggarai Peran Federasi Sepakbola

Pemain Jerman
Dalam sebuah wawancara yang panjang lebar, bekas pemain dan pelatih tim nasional Jerman Juergen Klinsmann bercerita tentang rahasia di balik konsistensi penampilan timnasnya di berbagai turnamen internasional.

Kalau dipukul rata dari sisi konsistensi, Jerman adalah negara paling sukses di Eropa. Bayangkan, negara ini memenangi tiga Piala Dunia dan Piala Eropa. Mereka juga runner up empat kali Piala Dunia dan tiga kali Piala Eropa. Artinya Jerman sudah tujuh kali masuk final Piala Dunia dan enam Piala Eropa. Itu masih di luar semifinal atau perempatfinal. Dan prestasi-prestasi itu diraih kadang ketika kualitas personel sedang berada di bawah negara besar sepakbola lain. Contohnya saja pada Piala Dunia Afrika Selatan kemarin. Turun dengan materi pemain muda dan sebagian besar bisa kita bilang debutan. Hebatnya Jerman masih bisa sukses dengan meraih tempat ke-3.

Klinsman menekankan bahwa tidak ada formula yang luar biasa mengenai penampilan Jerman. Ia kemudian merujuk pada pengalamannya saat mempersiapkan Jerman untuk Piala Dunia 2006.

Oleh Federasi Sepakbola Jerman atau Deutsher Fussball Bund (DFB) ia diberi kuasa penuh untuk menentukan pola permainan yang akan dimainkan oleh tim nasional. Dan setelah melakukan pemantauan pemain, ia bersama asistennya, Joachim Loew kini pelatih kepala Der Panzer --, memutuskan sebuah konsep permainan yang mengandalkan kecepatan permutasi blok-blok pemain. (Bentuk jelasnya seperti yang kita lihat pada Piala Dunia yang baru lewat).

Konon menurut Klinsman sistem ini tidak terlalu memberatkan permainan pada pemain bintang tertentu. Karena setelah melakukan pemantauan pemain, Klinsman tak menemukan satu, dua atau tiga pemain bintang yang akan cukup kuat mengangkat tim. Tidak juga pada Michael Ballack yang saat itu dipilih Klinsman menjadi kapten tim.

Setelah menentukan konsep permainan yang mereka inginkan, Klinsman dan Loew kemudian membawa konsep mereka kembali ke DFB. Yang unik adalah, DFB atas permintaan Klinsman kemudian mensosialisasikan pola permainan yang akan dimainkan oleh tim nasional kepada semua anggota Bundesliga. Bukan sekadar mensosialisasikan, DFB -– konon menurut Klinsman atas permintaannya -- bahkan mengharuskan tim-tim Bundesliga untuk juga menerapkan pola permainan tim nasional di klub. Lagi-lagi menurut Klinsman, anggota Bundesliga mematuhi perintah DFB tersebut, walau tentu saja dengan derajat yang berbeda karena tergantung dengan karakter pemain dan pelatih yang kadang asing.

Langkah yang ditempuh Klinsman mempunyai latar logika yang sederhana namun sangat bisa dimengerti. Siapapun pemain yang akan dipanggil oleh tim nasional, maka mereka akan dengan mudah beradaptasi dan hafal dengan apa yang harus dilakukan. Tidak ada perbedaan pola permainan di klub maupun di tim nasional. Pergantian pemain layaknya pergantian sekrup dalam sebuah mesin industri. Mekanistis, efisien, dan klinis.

Klinsman tidak secara langsung mengatakan bahwa hubungan antara pelatih tim nasional, DFB maupun anggota Bundesliga selalu seperti yang ia alami. Tetapi akan sangat mengejutkan kalau apa yang ia alami adalah sebuah kasus khusus yang tidak berasal dari tradisi (berpikir dan budaya) persepakbolaan Jerman.

DFB sepenuhnya sadar bahwa secara teknis permainan, pelatihlah yang mempunyai kewenangan dan konsep. Namun DFB-lah yang mempunyai kekuatan administratif untuk membantu mewujudkan keinginan pelatih. DFB sadar, tanggung jawab mereka sebagai otoritas sepakbola nasional bukan sekadar menunjuk pelatih lalu selesai, tetapi juga membantu sesuai permintaan pelatih timnas untuk melakukan apa yang diperlukan. Termasuk juga membentuk mentalitas pemain.

Entah meniru entah tidak, atau sekadar runtutan logika yang wajar saja, model hubungan pelatih nasional, DFB dan anggota Bundesliga ini, kini jamak dilakukan di Eropa. Tidak persis sama tetapi dengan garis kebijakan yang mirip.

Keberhasilan Spanyol untuk menjuarai Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010 dilatari oleh konsep permainan yang digariskan oleh pelatih nasional untuk tim nasional atas permintaan Federasi Sepakbola Spanyol atau Real Federacion Espanolla de Futbol (RFEF). Dari tim nasional untuk remaja, di bawah usia 17, 19 dan 21 tahun memainkan pola yang sama.

RFEF memastikan bahwa pola yang diinginkan pelatih timnas dimengerti oleh anggota La Liga. Walau tidak seradikal DFB yang mengharuskan anggota Bundesliga memainkan pola permainan tertentu, Spanyol beruntung mempunyai Barcelona, dan dalam batas tertentu Real Madrid, yang begitu dominan menyumbang pemain nasional untuk semua tingkatan umur. Kepada merekalah pola permainan tim nasional disandarkan.

Prancis ketika berjaya menjadi juara Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000 juga mempunyai kemiripan dengan Jerman dan Spanyol. Peran federasi mereka sangat besar. Berdasar masukan dari para pelatih seantero Prancis, mereka membentuk pusat-pusat pelatihan sepakbola untuk remaja-remaja berbakat dan dibentuk mentalitas dan kemampuan bersepakbolanya untuk memenuhi standard permainan yang seragam yang diinginkan pelatih tim nasional.

Apa yang dilakukan Jerman, Spanyol dan Prancis adalah sebuah pendekatan holistik dalam membentuk tim nasional yang tangguh dengan federasi sepakbola nasional memainkan peran sentral. Dan peran sentral itu hanya bisa dimainkan oleh sebuah badan yang berwibawa, dipercaya dan mempunyai visi yang teguh. Persoalannya, menjalankan badan yang demikian bukanlah hal yang mudah. Kalau seperti ini saya jadi teringat sepakbola Indonesia.


Sumber : detikscom

* Penulis adalah wartawan
detikcom, tinggal di London.
[..Selengkapnya..]

Senin, 31 Januari 2011

Antara Cinta, Pacaran dan Patah Hati

Antara cinta, pacaran dan patah Hati adalah tiga untaian kata yang memiliki hubungan sebab akibat. Cintalah yang mendasari terbentuknya sebuah hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan yang sering disebut dengan istilah “pacaran”. Dan pacaran sering sekali berakhir dengan sebuah keadaan yang sangat menyakitkan yaitu “patah hati”. Inilah bentuk dari hubungan sebab akibat dari ketiga kata yang saya maksud tadi. Memang tidak selalu begitu, tapi sering kali itu terjadi.

Sekarang mari kita pahami betul maksud dari kata itu satu persatu. Bicara soal cinta, belum ada yang bisa memberikan defenisi yang akurat terkait masalah cinta ini. Yang jelas cinta itu selalu ada dan akan selalu ikut serta dalam kehidupan kita. Percaya atau tidak, saya, anda dan kita semua lahir karena cinta. Seorang ibu rela bangun dan begadang tengah malam menunggui bayinya yang masih kecil adalah bentuk dari cinta. seorang ayah yang rela banting tulang untuk menghidupi keluarganya tanpa kenal leleh dan sering lupa waktu, juga bentuk dari cinta. Ini cinta yang sejati yang lahir dari sebuah hubungan yang sejati pula.
Kemudian pacaran, merupakan suatu hubungan asmara antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang didasari oleh rasa cinta dan kasih. Yang jelas hubungan ini belum diikat oleh ikatan suci layaknya pernikahan. Banyak alasan kenapa hubungan itu bisa terjadi. Ada yang mengatakan sebagai wadah untuk saling mengenal pasangan sebelum melanjutkan kejenjang yang lebih serius. Ada juga yang mengatakan hubungan itu dijalin karena mereka butuh seorang teman untuk berbagi. Dan masih banyak alasan lainnya.

Berbagai bentuk dan gaya juga telah diperagakan oleh mereka yang menjalin hubungan pacaran ini. Ada yang memang betul-betul hanya sebatas cara mengenal pasangannya saja sebelum naik level kejenjang yang lebih serius. Ada juga yang menjalaninya hanya sekedar sebagai teman berbagi saja, serta intensitas pertemuan mereka pun diatur sedemikian rupa. Dan ada juga yang menjalani hubungan tersebut layaknya suami istri, dan bedanya hanya saja mereka tidak tinggal serumah. Cara terakhir inilah cara yang paling ekstrim dalam mengekpresikan rasa cinta. Dan jelas-lelas bertentangan dengan syari’at.

Dari sekian banyak cara yang ditunjukan dalam mengekspresikan rasa cinta oleh mereka yang tengah dimabuk rasa itu, tak sedikit dari mereka yang keluar dari koridor-koridor norma agama dan sosial. Tanpa mereka sadari mereka telah terjebak oleh jebakan-jebakan yang mereka ciptakan sendiri. Dan akhirnya tak sedikit juga dari mereka yang merasakan akibat pahit dari suatu hubungan itu, yaitu “patah hati”. Yang merupakan sebuah kenyataan pahit yang tak pernah diharapkan oleh sepasang kekasih yang tengah dimabuk kasih itu.

Rasa cinta itu memeng unik. Kadang rasa itu bisa membuat mereka yang merasakannya bersorak gembira dan seolah bumi ini berputar pelan bagi mereka. Kadang juga bisa membuat mereka yang dihampirinya tersenyum-senyum sendiri dan sulit untuk memejamkan mata di malam hari. Namun juga tak jarang rasa cinta itu membuat mereka menagis terisak-isak dan menghilangkan selera makan. Ya, itu lah cinta, indah, ceria kadang merana.

Mulai saat ini mari kita berhati-hati dalam menata hati. Berhati-hati dalam melabuhkan cinta. Karena jika tidak maka rasa cinta itu akan melukai dan merusak hati dan perasaan kita sendiri. Agar kita jangan merasakan apa yang dinamakan “patah hati” itu maka labuhkanlah cinta itu di hati yang tepat dan pada waktu yang tepat pula.

oleh : Heru Perdana
[..Selengkapnya..]

Bookmark and Share

Modified by Blogger Tutorial

Blogger Communities ©Template Nice Blue. Modified by Indian Monsters. Original created by http://ourblogtemplates.com Blogger Styles

TOP