Minggu, 06 Februari 2011

Warisan Mentalitas

Angel Di Maria
Apa persamaan Argentina dan Indonesia? Kalau pertanyaan ini dikemukakan dalam konteks sepakbola, mungkin cukup banyak orang yang menganggapnya lelucon belaka. Boleh jadi yang muncul adalah jawaban guyonan juga. Misalnya persamaan kompetisi liga Argentina maupun Indonesia, sama-sama dimeriahkan oleh Mario Kempes. Bedanya di Argentina Kempes tampil lagi hebat-hebatnya. Sedangkan penonton liga Indonesia dan klub Pelita Jaya cuma kebagian ampasnya.

Atau jangan-jangan malah jawaban konyol ini yang anda berikan. Yang namanya main bola tak di Argentina ataupun Indonesia, sama-sama dimainkan11 lawan 11 orang yang merebutkan satu bola. Ya, masih banyak lagi jawaban-jawaban aneh yang mungkin tercetus. Intinya, memang sulit mencari persamaan yang rasional di antara kedua negara. Ibaratnya, jarak yang memisahkan persepakbolaan Indonesia dan Argentina bagaikan langit dan bumi. Begitu jauhnya. Sesungguhnya, cukup banyak kok ihwal persamaan antara kedua negara apalagi bila meluas ke sisi-sisi kehidupan di luar lapangan hijau. Misalnya dari segi politis Indonesia dan argentina sama-sama tergolong negara Dunia Ketiga dan Perserikatan Bangsa Bangsa. Keduanya juga bergiat dalam gerakan Non-Blok, meskipun kini tak jelas lagi menghadapi persaingan blok Amerika lawan siapa. Sama-sama dikategorikan masih belajar berdemokrasi. Hanya saja, Argentina lebih dulu menikmati iklim keterbukaan itu.

Makanya Liga Indonesia maupun Argentina sama-sama masih sering diwarnai kerusuhan massa. Fanatisme yang kelewat sempit sehingga di Argentina memunculkan kelompok pendukung Barrabravas yang sama berandalnya dengan Bonek di Indonesia.

Fakta paling nyata dari kesamaan itu adalah kondisi klub sepakbola kedua negara. Rupanya, seperti di Indonesia klub-klub Argentina pun gemar menunggak gaji pemainnya. Bahkan tunggakan itu sudah sedemikian besarnya sampai-sampai para pemain tak tahan lagi. Mereka akhirnya mogok. Kendati tak sampai membatalkan kompetisi seperti dengan gagah-berani pernah terjadi di Tanah Air.



Satu hal lagi yang tak kalah penting ialah latar belakang sejarahnya. Sama-sama pernah dijajah kaum kolonialisme selama berabad-abad. Argentina dikuasai Spanyol selama lebih dari 2,5 abad, adapun Indonesia diperbudak Belanda selama 3,5 abad plus bonus diduduki Jepang selama 3,5 tahun. Pada titik faktor-faktor kesamaan itu kemudian menjadi kian menarik. Bahkan, menurut saya bisa jadi faktor krusial yang menentukan perjalanan kedua bangsa pada masa-masa selanjutnya. Setidaknya dalam bidang tendang menendang si kulit bundar.

Entah mengapa sebagai penjajah, Belanda seperti bukan sosok guru yang ideal. Coba kita perhatikan negeri-negeri bekas jajahan Belanda, adakah yang sukses di lapangan hijau? Nyaris tak ada. Indonesia, Suriname, atau Antiles cuma noktah kecil dalam percaturan sepakbola dunia. Mungkin cuma nama Afrika Selatan yang bisa jadi pengecualian. Tapi jangan lupa, kehadiran Belanda di Afrika Selatan tidak begitu berbekas. Terhadap Indonesia, negeri jajahannya Belanda praktis tak meninggalkan warisan apapun yang bisa dibanggakan. Tidak sistem pembinaan, infrastuktur, apalagi kultur sepakbola yang kuat.

Bahkan, maaf, Belanda juga tidak mewariskan bibit unggul pemain berpostur Eropa. Postur orang Indonesia, ya, tetap saja khas Asia. Tak terlalu jangkung tidak juga pendek. Tak terlalu kurus tidak juga bisa dibilang kekar.

Mungkin warisan Negeri Tulip itu cuma mengantarkan tim Hindia-Belanda ke percaturan Piala Dunia 1938. Sesuatu yang mungkin terasa sangat sulitl dicapai timnas kita.

Disitulah bedanya dengan Argentina. Sebagai penjajah, Spanyol memang hampir sama serakahnya dengan Belanda terutama menyangkut kekayaan alam. Namun Spanyol cukup berbaik hati mewarisi koloninya itu dengan beragam sisi positif. Misalnya proses pertukaran gen yang berlangsunsung secara produktif. Sehingga postur-postur orang Argentina nyaris tak ada bedanya dengan kebanyakan orang Eropa. Sependek-pendeknya Diego Maradona, Pablo Aimar, Ariel Ortega, atau Lionel Messi toh masih di atas 165 cm.

Budaya persepakbolaan juga tumbuh subur di sana secara positif. Mereka mengembangkan sepakbola dengan klub bukan perserikatan, seperti di Indonesia sebagai basisnya. Makanya, usia klub-klub Argentina banyak yang sudah di atas satu abad. Suka-tak suka, semakin panjang usia klub semakin matang penerapan dasar-dasar profesionalisme.

Namun di atas semua itu, saya kira yang terpenting adalah warisan mentalitasnya. Selama dijajah Belanda dengan politik adu dombanya, mereka lebih banyak mengajari kita saling curiga dan memusuhi sesama anak bangsa. Sehingga minimal dalam sepakbola, melahirkan sikap negatif kurang bisa menghargai lawan. Apalagi menerima kekalahan secara dewasa. Padahal justru itulah pilar utama semangat kompetisi yang sehat. Manakala kita bisa mengakui kelebihan lawan, di situlah kita menemukan titik terang untuk melangkah lebih maju.

Spanyol mungkin tak sangggup mewariskan mentalitas gentleman ala Inggris bagi negeri-negeri persemakmurannya. Namun, setidaknya mereka masih mau mengajari orang Argentina bagaimana selalu berfikir positif dang menghargai nilai-nilai persaingan yang seahat. Mentalitas semacam itulah yang dibawa orang Argentina ke perantauan. Makanya, jarang sekali kasus-kasus aneh dan kontroversial melibatkan pemain Argentina.

Lionel Messi, Gonzalo Higuain, Sergio Aguero, Carlos Tevez atau Angel Di Maria adalah anak-anak manis yang menyenangkan hati para pengurus dan pemilik klub. Benar, Maradona memang badung tapi, selama membela Napoli, ia memberikan sepenuh kemampuannya untuk membawa klub itu juara Serie A untuk pertama kalinya sepanjang sejarah.

Citra pemain Argentina di Eropa memang diidentik dengan kerja keras, disiplin dan kooperatif. Di sisi lain sebagai orang Amerika Selatan, aroma Latin tetap tak bisa dilepaskan dari diri mereka.

Dan tentunya kita berharap agar pemain Indonesia bisa seperti pemain Argentina, bekerja keras dan disiplin tinggi sehingga tim nasional Indonesia bisa perlahan bangkit dan menjadi kekuatan yang diperhitungkan, setidaknya di Asia ataupun Asia Tenggara, sebagai langkah awal kita berharap gelar juara Piala AFF 2010 ini bisa direbut oleh timnas kita. Mudah-mudahan.


Aulia Fikri_dari berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar

tolong kritik & sarannya
harap berkomentar dengan kata-kata yang pantas
trim's

Bookmark and Share

Modified by Blogger Tutorial

Blogger Communities ©Template Nice Blue. Modified by Indian Monsters. Original created by http://ourblogtemplates.com Blogger Styles

TOP